BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bahasa dalam
kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Dengan bahasa ilmu pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga
dapat dimanfaatkan oleh orang banyak guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam
bahasa, maka dalam penyampaian juga harus diprhatikan
struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah
yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang disampaikan.
Kesalahan
berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa
dalam kehidupan sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia
pendidikan. Karena kita ketahui bahwa dalam penyampaian proses pembelajaran di
sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa
Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya
sangat luas dan menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh
bahasa masing- masing daerah yang ada di Indonesia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimagsud dengan afiks (imbuhan) ke-an ?
2.
Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan
Tulisan?
3.
Apakah yang dimaksud dengan Sinonim, Antonim, dan
polisemi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Afiks
(Imbuhan)
Imbuhan
(afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur
langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem
menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai
arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
Imbuhan
(afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi
adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti
kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu
cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem
Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan kata.
Perubahan-perubahan
bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata
Sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda. Golongan Sepeda merupakan
golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk golongan kata verbal.
Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal.
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda,
Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti yang berbeda-beda.
Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah, rumah
sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani,
menjalankan dan jalan raya.
Perbedaan
golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama
menyelidiki seluk-beluk kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan
golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.
Tiga macam
proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem
terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi,
dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan.
Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan
kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata majemuk.
1.
Macam afiks
Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan fungsi
sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda
dengan kata dasar atau bentuk dasar.
a.
Imbuhan
ke-an
Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.:
§ Membentuk
kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan
sebagainya.
§ Membentuk
kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan
sebagainya.
§ Membentuk
kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan
sebagainya.
Afiks ke-an apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa
makna, antara lain :
§ Menyatakan suatu hal / peristiwa yang telah terjadi.
Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini
dengan kepala dingin.
§ Menyatakan tempat atau daerah.
Contoh : Andri bekerja di kedutaan
RI.
§ Menyatakan kena atau menderita suatu hal.
Contoh : Ia kehujanan semalam.
§ Menyatakan suatu perbuatan yang tidak disengaja.
Contoh : Santi ketiduran ketika
menunggu ayahnya pulang.
§ Menyatakan terlalu.
Contoh : Baju Santo kebesaran.
§ Menyatakan menyerupai.
Contoh : Gaya hidupnya
kebarat-baratan.
b.
Imbuhan me-kan
Berfungsi membentuk kata kerja.
Makna imbuhan me-kan :
§ Menyatakan
kausatif, yaitu menyebabkan terjadinya proses.
Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran.
§ Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai.
Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
§ Menyatakan
intensitas
Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta.
c.
Imbuhan per-an
Berfungsi sebagai pembentuk kata benda.
Makna konfiks per-an :
§ Menyatakan
hal
Misalnya : Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat.
§ Menyatakan
hasil
Misalnya: Kita harus menjunjung persatuan bangsa.
§ Menyatakan
tempat atau daerah
Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan Presiden.
§ Menyatakan
berbagai-bagai
Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima.
d.
Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al,
-asi
Imbuhan ini merupakan serapan dari bahasa asing.
Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat
atau cirri; Misalnya: legal, universal, sportif, aktif, egois.
Sebaliknya –isme mengandung makna paham.
Misalnya: Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal.
Misalnya: kriminalitas, aktivitas, Sedangkan -asi menyatakan proses,
misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah.
e.
Partikel asing: anti-, pro-, eks, pra, swa, intra-,
trans-, non-
Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar. Contoh:
SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler.
B. Ragam Bahasa
Di dalam
bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa
kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku
bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata
bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki
ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas
lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi,
kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam
akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata
ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna
dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam
bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan
untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan
bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan.
1.
Ragam bahasa
Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat
ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan,
kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa
lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air
muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Macam ragam bahasa lisan
§ Ragam
percakapan
§ Ragam pidato
§ Ragam kuliah
§ Ragam pentas
Ciri-ciri ragam bahasa lisan
§ Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
§ Tidak
terikat ejaan bahasa Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang
yang diajak bicara.
§ Tidak
efektif
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan
bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi
dengan orang yang diajak bicara.
§ Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan
bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
§ Kalimat sering
terputus dan tidak lengkap
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan
bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
§ Lagu kalimat
situasional
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus
mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan
sekitarnya.
§ Unsur suprasegmental (aksen, nada, tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata,
dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil komunikasi
2.
Ragam bahasa
tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan
dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam
tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata
bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan
tanda baca dalam mengungkapkan ide.
MACAM RAGAM BAHASA TULIS
§ Undang-undang
§ Ragam
catatan
§ Ragam sastra
§ Ragam surat-
menyurat
CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS
§ Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau
istilah yang tepat dan cermat.
§ Efektif
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang
diungkapkannya.
§ Bahasa
disampaikan sebagai upaya komunikasi satu pihak.
Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan
dapat mengkomunikasikan segala apa
yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau
salah paham.
§ Ejaan digunakan
sesuai dengan pedoman.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam
pemakaian atau penulisan kata.
§ Penggunaan
kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan.
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus
tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam memilih kata
maka akan menimbulkan kerancuan.
Contoh Ragam
bahasa lisan Ragam bahasa tulis :
§ Putri bilang
kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
§ Ayah lagi
baca koran = Ayah sedang membaca koran
§ Saya tinggal
di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor
C. Sinonim, Antonim dan Polisemi
Pengertian Sinonim dan Bentuk-Bentuknya
Sinonim adalah
kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi).
1.
Sinonim mutlak: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh:
o
kosmetik = alat kecantikan
o
laris = laku, larap
o
leksikografi = perkamusan
o
kucing = meong
2. Sinonim
semirip: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan tertentu
tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam rangkaian
kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh:
o
melatis = menerobos
o
lahiriah = jasmaniah
3. Sinonim
selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan
tertentu saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas
Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal bulan lalu
b. Ayahnya sudah tewas alam
perjalanan ke Bali.
c. Ayahnya sudah meninggal dunia
bulan lalu.
d. Ayahnya sudah berpulang ke
rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga
bersinonim dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah.
Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki makna yang mutlak sama dengan kata
wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga dapat terjadi
antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta
antar kalimat dengan kalimat.
Pengertian
Antonim dan Jenisnya
Antonim yaitu, dua
buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan
kata antonym dengan kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul
berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut
ini.
1. Oposisi
mutlak. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan
kata yang lain.
2. Oposisi
kutub atau gradual. Oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan
gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut.
3. Oposisi
hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung relasi
kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata
kerja.
4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau
lebih. Oposisi ini berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas.
5. Oposisi
hierarki.. oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini
terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan.
Contoh
antonim
1. Antonim
berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan
karena didasarkan pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan
tanpa kehadiran makna pasangannya. Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak
secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh:
o
(ber)-dosa >< suci (tidak (ber)-dosa
≠suci)
o
istri >< suami (bukan istri ≠ suami)
o
pembeli >< penjual (bukan pembeli ≠ penjual)
2.
Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna
bertentangan, tetapi kehadiran makna salah satu kata bersifat melengkapi
kehadiran makna yang lain. Contoh:
o
pertanyaan >< jawaban
o
mencari >< menemukan
3.
Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna
mengandung pertentangan, tetapi pertentangan makna ini bersifat
berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh:
o
dingin >< hangat >< panas
o
kaku >< lentur >< elastis
Polisemi
Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih
dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya.
Misalnya kata kepala memiliki makna
berikut ini :
Makna 1 :
bagian tubuh dari leher ke atas.
Makna 2 : bagian dari sesuatu yang terletak di
sebelah atas dan merupakan hal yang
penting/terutama.
Makna 3 : bagian dari sesuatu yang berbentuk
bulat.
Makna 4 : pemimpin atau ketua
Makna 5 : jiwa atau orang
Makna 6 : akal budi
Makna 2-6 masih berhubungan dengan
makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut.
Kelima makna itu masih mempertahankan ciri “atas” yang ada pada makna 1,
seperti contoh di bawah ini :
1.
Kepala Andri berdarah ketika jatuh dari sepeda.
2.
Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku.
3.
Lihat kepala jarum penttul yang berwarna merah itu !
4.
Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah.
5.
Setiap kepala menerima bantuan rp 10.000,00.
6.
Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya kosong.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Imbuhan atau bubuhan
mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan
imbuhan tersebut.
2.
Ragam bahasa merupakan
variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3.
Konjungsi merupakan
kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang
akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4.
Antonym adalah dua
buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
5.
Sinonim adalah dua
buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama.
6.
Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu.
B. SARAN
Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila
dengan penelitian ini masih banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan
adalah:
1.
Penelitian ini hanya mencangkup beberapa aspek
kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks
2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan
sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar.
3.
Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak
ikut dalam dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa
Indonesia yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira
http://radhiatama.blogspot.co.id/2013/03/aspek-bahasa.html
No comments:
Post a Comment