Saturday, 12 March 2016

MAkalah Budidaya Tanaman Teh



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Teh merupakan salah satu tanaman industriyang sangat penting. Dari tanaman ini diambil daunnya yang masih muda. Kemudian diolah dan digunakan untuk bahan minuman yang lezat. Disamping itu, the juga diekspor dan menghasilkan devisa untuk negara. Kebutuhan akan the di dalam dan di luar negeri terus meningkat. Karena itu, diusahakan penanaman the diperluas dan diperbaiki. Tanaman teh karena berasal dari sub tropis, maka cocok ditanam di daerah pegunungan. Garis besar syarat tumbuh untuk tanaman teh adalah kecocokan iklim dan tanah.
Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara menerus setelah umur 5 tahun. Dengan pemeliharaan yang baik tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40 tahun. Kebun-kebun teh karenanya perlu senantiasa memperoleh pemupukan secara teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh pemangkasan secara baik, memperoleh curah hujan yang cukup. Kebun-kebun teh perlu diremajakan setelah tanaman tehnya berumur 40 tahun ke atas. Sesudah abad ke-18, teh  dikenal di seluruh dunia. Mula-mula hanya di daratan China dan India. Pada abad ke-9 teh mulai ditanam di Jepang. Orang Eropa mengenal teh di abad ke-16. Teh mempunyai 2 varietas, yakni: varietas Sinensis dan varietas Assamica. Teh assamica-lah yang paling banyak ditanam di Indonesia.

B.     TUJUAN
1.    Untuk mengetahui syarat tumbuh teh
2.    Untuk mengetahui morfologi teh
3.    Untuk mengetahui taksonomi teh
4.    Untuk mengetahui bagaimana perbanyakan tanamana secara vegetatif dan generatif
5.    Untuk mengetahui pemeliharaan tebu
6.    Untuk mengetahui pengendalian hama dan penyakit tanaman tebu
7.    Untuk mengetahui cara panen dan pengolahan pascapanen tebu

PEMBAHASAN

Iklim untuk budidaya teh yang tepat yaitu dengan curah hujan tidak kurang dari 2.000 mm/tahun. Tanaman memerlukan matahari yang cerah. Suhu udara harian tanaman teh adalah 13-25C.Kelembaban kurang dari 70%. Untuk media tanamnya jenis tanah yang cocok untuk teh adalah Andasol, Regosol, dan Latosol. Namun teh juga dapat dibudidayakan di tanah podsolik (Ultisol), Gley Humik, Litosol, dan Aluvia.
Teh menyukai tanah dengan lapisan atas yang tebal, struktur remah, berlempung sampai berdebu, dan gembur. Derajat kesamaan tanah (pH) berkisar antara 4,5 sampai 6,0. Berdasarkan ketinggian tempat, kebun teh di Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu dataran rendah sampai 800 m dpl, da-taran sedang 800-1.200 m dpl, dan dataran tinggi lebih dari 1.200 m dpl.
Per-bedaan ketinggian tempat menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan kualitas teh. Ketinggian tempat tergantung dari klon, teh dapat tumbuh di dataran rendah pada 100 m dpl sampai ketinggian lebih dari 1000 m dpl (Setyamidjadja, 2000).
B.     TAKSONOMI TANAMAN THE
Divisi               : Spermatophyta  
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Sub Kelas        : Dialypetalae
Ordo                : Clusiales
Familia            : Theaceae
Genus              : Camellia
Spesies            : Camellia sinensis

C.    MORFOLOGI
Tanaman teh berbentuk pohon. Tingginya bisa mencapai belasan meter. Namun tanaman teh di perkebunan selalu dipangkas untuk memudahkan pemetikan, sehingga tingginya hanya mencapai 90 – 120 cm. Mahkota tanaman teh berbentuk kerucut. Daunnya berbentuk jorong atau agak bulat telur terbalik/lanset. Tepi daun bergerigi.
Daun tunggal dan leteknya hampir berseling. Tulang daun menyisip. Permukaan atas daun muda berbulu halus, sedangkan permukaan bawahnya bulunya hanya sedikit. Permukaan daun tua halus dan tidak berbulu lagi. Bunga tunggal dan ada yang tersusun dalam rangkaian kecil.
Bunga muncul dari ketiak daun. Warnanya putih bersih dan berbau wangi lembut. Namun, ada bunga yang berwarna semu merah jambu. Mahkota bunga berjumlah 5 – 6 helai. Putik dengan tangkai yang panjang atau pendek dan pada kepalanya terdapat tiga buah sirip. Jumlah benang sari 100 – 200.
Buah teh berupa buah kotak berwarna hijau kecokelatan. Dalam satu buah berisi satu sampai enam biji, rata – rata tiga biji. Buah yang masak dan kering akan pecah dengan sendirinya serta bijinya ikut keluar. Bijinya berbentuk bulat atau gepeng pada satu sisinya, berwarna putih sewaktu masih muda dan berubah menjadi cokelat setelah tua.
Akar teh berupa akar tunggang dan mempunyai banyak akar cabang. Apabila akar tunggangnya putus, akar – akar cabang akan menggantikan fungsinya dengan arah tumbuh yang semula melintang (horisontal) menjadi ke bawah (vertikal). Akar bisa tumbuh besar dan cukup dalam.

D.    PERBANYAKAN TANAMAN SECARA GENERATIVE
Tanaman teh dapat diperbanyak secara generative maupun secara vegetative. Pada perbanyakan secara generative digunakan bahan tanam asal biji, sedangkan perbanyakan secara vegetative digunakan bahan tanaman asal setek berupa klon. Biji yang baik ditandai dengan beberapa ciri, antara lain:
a.       Kulit biji berwarna hitam dan mengkilap
b.      Berisi penuh, dengan isi biji berwarna putih.
c.       Mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada air, sehingga apabila dimasukkan kedalam air akan tenggelam.
d.      Mempunyai bentuk dan ukuran yang normal.
e.       Tidak terserang penyakit, cendawan ataupun kepik biji.
Biji yang dipungut untuk dijadikan benih adalah biji yang telah jatuh ke tanah, dikumpulkan secara teratur setiap hari, benih yang digunakan adalah benih yang baik. Sebaiknya biji segera disemai karena daya kecambah biji teh cepat menurun dan biji teh mudah menjadi busuk.
E.     PERBANYAKAN TANAMAN SECARA VEGETATIVE
Perbanyakan teh secara vegetatif dengan menggunakan setek satu daun lebih dianjurkan.  Selain itu benih vegetatif seperti ini memiliki karakter yang sama dengan induknya sehingga potensi hasil, kualitas, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit terjamin. Pertumbuhan tanaman juga seragam sehingga mudah mengelolanya. Benih yang digunakan harus memenuhi syarat berikut:
§  Merupakan klon unggul yang sudah dilepas sebagai benih bina oleh Menteri Pertanian.
§  Berasal dari kebun perbanyakan yang telah dimurnikan dan ditetapkan sebagai kebun sumber benih.
§  Benih diambil dari tanaman yang telah dikelola khusus dan dipangkas 4 bulan sebelumnya.
§  Benih harus disertifikasi dan diberi label sebelum siap diangkut dan ditanam di lapangan. Hal ini merupakan jaminan mutu dari benih tersebut.

Benih teh berasal dari kebun perbanyakan yang telah dipelihara sampai berumur 2 tahun. Setelah  dilakukan pangkas bersih setinggi 50 – 60 cm. Ranting setek mulai dapat diambil 4 bulan setelah pemangkasan, dengan ciri ranting primer di bagian pangkal sudah terlihat berwarna coklat.
a.       Pengambilan dan pembuatan setek
§  Ranting setek yang dipilih adalah pada bagian tengah perdu (2/3), dipotong setinggi 15 cm dari bidang pangkasan (perbatasan warna coklat dan hijau)
§  Ranting setek diambil secara selektif, yang tumbuh sehat, tegak mengarah ke atas dan berdaun mulus, berwarna hijau tua dan mengkilap.
§  Ranting stek yang diambil segera dimasukkan ke dalam kantong plastik berlabel dan diberi keterangan klon.
§  Pengambilan ranting setek dilakukan pada pagi hari (jam 07.00-10.00) dan sore hari (jam 16.00-17.00).
§  Dari 1 ranting setek dapat dihasilkan 4-6 setek. Benih setek yang diambil sepanjang ± 1 ruas dan mempunyai 1 helai daun, berasal dari bagian tengah ranting yang berwarna hijau tua. Bagian pangkal dan bagian ujung tidak dipakai.
§  Pemotongan benih dilakukan dengan pisau tajam dengan cara memotong tiap ruas dengan satu lembar daun sepanjang 0,5 cm di atas daun dan 4-5 cm di bawah ketiak daun dengan kemiringan 45º (bagian lancip ke arah luar/atas daun).
§  Benih yang telah dipotong ditampung pada ember yang berisi air bersih dan direndam maksimal 30 menit dan dapat ditanam lagsung di persemaian.

b.      Persemaian
§  Sebelum benih siap ditanam, bedeng persemaian dan polybag harus disiapkan dulu.
§  Siapkan dua ember besar, salah satunya yang diisi air bersih dan ember lainnya diisi larutan zat pengatur tumbuh (ZPT). Celupkan benih teh ke ember pertama dan kemudian ke ember kedua selama 1 menit.
§  Setek ditanam dengan menancapkan tangkainya ke dalam tanah di polybag dengan daun menghadap ke arah tangan, arah daun harus condong ke atas dan tidak saling menutupi satu sama lain.
§  Setelah ditanam kemudian disiram air bersih dan dijaga agar tangkai setek tidak goyah.
§  Bedengan segera ditutup dengan sungkup plastik selama 3-4 bulan tergantung pertumbuhan, hanya dibuka jika dilakukan pemeliharaan namun segera ditutup lagi.
§  Setelah benih berumur 6-7 bulan, dilakukan seleksi tanaman. Benih dengan tinggi min. 15 cm siap dilakukan adaptasi terhadap sinar matahari dengan cara membuka naungan secara bertahap.
§  Benih siap tanam setelah 8 bulan, minimal tinggi 30 cm dan 5 helai daun, secara visual sehat, kekar dan jagur, serta memiliki akar tunggang semu minimal 2 dan tidak ada pembengkakan kalus.

F.     PEMELIHARAAN TANAMAN
1.      Pemupukan
Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan hara, pemupukan pada budidaya teh organik menggunakan pupuk organik dapat berupa :  
§  Sampah pangkasan;
§  Sisa tumbuhan dan hewan dari lahan yang sama atau lahan yang lain;
§  Kompos atau bokasi
§  Sampah organik rumah tangga, kota dan pasar; Llimbah sampah organik pabrik;
§  Limbah sampah peternakan; dan
§  Tanaman khusus penghasil bahan organik (pupuk hijau, pohon pelindung dan lain-lain).
Selain itu pupuk hijau berguna untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah yang selanjutnya dapat meningkatkan nitrogen. Pupuk hijau merupakan bentuk khusus daur ulang organik, yaitu :
§  Pupuk hijau dapat dikumpulkan dari daun, cabang, ranting dan rumput yang diangkut ke lapangan untuk disebarkan sebagai mulsa di atas tanah atau dibenam dalam tanah.
§  Pupuk hijau dapat juga ditanam di lapangan dan dibenam selama bera atau sebelum penanaman tanaman utama.
§  Pupuk hijau dapat ditanam secara tumpang sari (intercrop) sebagai mulsa hidup untuk tanaman utama.
§  Pupuk hijau dapat ditanam sebagai alley cropping, pohon atau perdu pupuk hijau ditanam sebagai pagar berjarak beberapa meter dan di antaranya (alley) dapat ditanami tanaman utama.

2.      Pembentukan Bidang Petik
a.       Cara Pemenggalan (centering)
Cara ini dilakukan pada bahan tanaman/bibit asal setek yang ditanam dalam bekong. Pelaksanaan centering adalah sebagai berikut:
§  Setelah bibit ditanam dilapang dan telah menunjukkan pertumbuhan, yaitu kira-kira berumur 4-6 bulan, batang utama di centering setinggi 15-20 cm dengan meninggalkan minimal 5 lembar daun. Apabila pada ketinggian tersebut tidak ada daun maka centering dilakukan lebih tinggi lagi.
§  Kemudian setelah cabang baru tumbuh setinggi 50-60 cm, yaitu kira-kira 6-9 bulan setelah centering dan terdapat cabang yang tumbuh kuat ke atas, maka perlu dipotong (decentering) pada ketinggian 30 cm untuk memacu pertumbuhan ke samping/melebar.
§  Tiga sampai enam bulan kemudian, jika percabangan baru telah tumbuh mencapai ketinggian 60-70 cm, dilakukan pemangkasan selektif bagi cabang(selective cut cross) dibiarkan selama 3-6 bulan, kemudian dijendang(tipping) pada ketinggian 60-65 cm atau 15-20 cm dari bidang pangkas. 

b.      Cara Perundukan (bending)
Bending adalah suatu cara pembentukan bidang petik dengan melengkungkan batang utama dan cabang-cabang sekunder tanpa mengurangi bagian-bagian tanaman agar merangsang pertumbuhan tunas pada bagian tersebut. Pelaksanaan bending adalah sebagai berikut  :
§  Setelah bibit dipindahkan ke lapangan dan menunjukkan pertumbuhan (4-6 bulan), batang utama dilengkungkan (dirundukkan) dengan membentuk sudut 450 dari permukaan tanah. Untuk melengkungkan batang atau cabang dipergunakan tali bambu, cagak kayu dan lain-lain.
§  Kira-kira 6 bulan setelah bending I, tunas-tunas sekunder telah mencapai panjang 40-50 cm dan dilakukan bending II dengan arah menyebar ke segala arah. Pada umumnya tunas sekunder mempunyai kecepatan tumbuh yang berbeda-beda, sehingga bending dilakukan 2-3 kali sampai cabang menutup ke segala arah.
§  Cabang yang tumbuh kuat ke atas setelah bending II dipotong setinggi 30 cm.
§  Tunas-tunas yang tumbuh setelah bending II (kecuali yang tumbuh kuat ke atas) dibiarkan sampai mencapai ketinggian 60-70 cm (6-9 bulan setelahbending II), kemudian di cut cross/dipangkas setinggi 45 cm.

3.      Pemangkasan
Pemangkasan yang dilakukan adalah sebagai berikut
§  Pangkasan pada daerah dataran sedang (800-1.200 dpl), tinggi pangkasan 50–60 cm dengan membersihkan cabang-cabang kecil dan daun-daun serta membiarkan 1–2 cabang berdaun (pangkasan jambul).
§  Pangkasan pada daerah dataran tinggi (> 1.200 dpl), tinggi pangkasan 50–60 cm dengan membersihkan cabang-cabang kecil dan daun (pangkasan bersih), serta membiarkan  1–2 cabang berdaun (pangkasan jambul) terutama pada tanaman muda yang ber­umur kurang dari 10 tahun.
Tinggi pangkasan bagi kebun produktif berkisar antara 40-70 cm. Tinggi pangkasan yang lebih rendah dari 40 cm akan menyebabkan percabangan yang terbentuk menjadi terlalu rendah, sehingga akan menyulitkan pemetik dalam melaksanakan pemetikan. Sebaliknya jika lebih tinggi dari 70 cm akan menyulitkan dalam pelaksanaan. Setelah pemangkasan perlu diikuti dengan perlakuan gosok lumut dan pengolahan tanah dengan cara garpu rengat.

G.    PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Hama
1.      Helopeltis antonii
Serangga dewasa seperti nyamuk, menyerang daun teh dan ranting muda. Bagian yang diserang berbercak coklat kehitaman dan mengering. Serangan pada ranting dapat menyebabkan kanker cabang. Pengendalian: pemetikan dengan daur petik 7 hari, pemupukan berimbang, sanitasi, mekanis, predator Hierodula dan Tenodera, Insektisida nthio 330 EC, Carbavin 85 WP, Mitac 200 EC.
2.      Ulat jengkal (Hyposidra talaca, Ectropis bhurmitra, Biston suppressaria)
Ulat berwarna hitam atau coklat bergaris putih, menyerang daun muda, pucuk dan daun tua, serangan dapat di kebun atau persemaian. Daun yang diserang bergigi/berlubang. Pengendalian: membersihkan serasah dan gulma, pemupukan berimbang dan insektisida Lannate 35 WP, Lannate L.
3.      Ulat penggulung daun (Homona aoffearia)
Ulat berukuran 1-2,5 cm menyerang daun teh muda dan tua. Daun tergulung dan terlipat. Pengendalian: cara mekanis, melepas musuh hayati seperti Macrocentrus homonae, Elasmus homonae, insektisida Ripcord 5 EC.
4.      Ulat penggulung pucuk (Cydia  leucostoma)
Ulat berukuran 2-3 cm berada di dalam gulungan pucuk teh. Pengendalian: cara mekanis, hayati dengan melepas musuh alami Apanteles dan insektisida Bayrusil 250 EC, Dicarbam 85 S, Sevin 85S.
5.      Ulat api (Setora nitens, Parasa  lepida,  Thosea)
Ulat berbulu menyerang daun muda dan tua, tanaman menjadi berlubang. Pengendalian: cara mekanis, hayati dengan melepas parasit dan insektisida Ripcord 5 EC dan Lannate L.


6.      Tungau    jingga   (Brevipalpus     phoenicis)
Berukuran 0,2 mm berwarna jingga, menyerang daun teh tua di bagian permukaan bawah. Terdapat bercak kecil pada pangkal daun, tungau membentuk koloni di pangkal daun, Lalu serangan menuju ujung daun, daun mengering dan rontok. Pengendalian: (1) cara mekanis, pengendalian gulma, pemupukan berimbang, predator Amblyseius, (2) insektisda Dicofan 460 EC, Gusadrin 150 WSC, Kelthane 200 EC, Omite 570 EC.

Penyakit
1.      Cacar the
Penyebab: jamur Exobasidium vexans. Menyerang daun dan ranting muda. Gejala: bintik-bintik kecil tembus cahaya dengan diameter 0,25 mm, pada stadium lanjut pusat bercak menjadi coklat dan terlepas sehingga daun bolong. Pengendalian: mengurangi pohon pelindung, pemangkasan sejajar permukaan tanah, pemetikan dengan daur pendek (9 hari), penanaman klon tanah cacar PS 1, RB 1, Gmb1, Gmb 2, Gmb 3, Gmb 4, Gmb 5, fungisida.
2.      Busuk daun
Penyebab: jamur Cylindrocladum scoparium. Gejala: daun induk berbercak coklat dimulai dari ujung/ketiak daun, daun rontok, setek akan mati. Pengendalian: mencelupkan stek ke dalam fungisida. Jika persemaian terserang semprotkan benomyl 0,2%.
3.      Mati ujung pada bidang petik
Penyebab: jamur Pestalotia tehae. Sering menyerang klon TRI 2024. Gejala: bekas petikan berbercak coklat dan meluas ke bawah dan mengering, pucuk baru tidak terbentuk. Pengendalian: pemupukan tepat waktu, pemetikan tidak terlalu berat, fungisida yang mengandung tembaga.
4.      Penyakit akar merah anggur
Di dataran rendah 900 meter dpl terutama tanah Latosol. Penularan melalui kontak akar. Penyebab: jamur Ganoderma pseudoferreum. Gejala: tanaman menguning, layu, mati. Pengendalian: membongkar dan membakar teh yang sakit, menggali selokan sedalam 60-100 cm di sekeliling tanaman sehat, fumigasi metil bromida atau Vapam.
5.      Penyakit akar merah bata
Penyebab: jamur Proria hypolatertia. Di dataran tinggi 1.000-1.500 meter dpl. Ditularkan melalui kontak akar, Gejala: sama dengan penyakit akar merah anggur. Pengendalian: sama dengan penyakit akar merah anggur.
6.      Penyakit akar hitam
Penyebab: jamur Rosellinia arcuata di daerah 1.500 meter dpl dan R. bunodes di daerah 1.000 meter dpl. Gejala: daun layu, menguning, rontok dan tanaman mati, terdapat benang hitam di bagian akar, di permukaan kayu akar terdapat benang putih (R. arcuata) atau hitam (R. bunodes). Pengendalian: sama dengan penyakit akar umumnya.


H.    PANEN DAN PASCA PANEN
PANEN
Cara Panen
Terdapat tiga macam petikan teh, yaitu:
1.      Petikan jendangan, petikan pertama setelah pangkasan untuk membentuk bidang petik agar datar dan rata.
2.      Petikan produksi, dilakukan setelah petikan jendangan:
§  Semua tunas yang melewati bidang petik dan memenuhi rumus petik harus diambil, tunas yang melewati bidang petik tetapi belum memenuhi rumus petik dibiarkan.
§  Tunas yang terlalu muda harus diambil.
§  Semua pucuk burung diambil.
§  Tunas cabang yang menyamping dan tingginya tidak lebih dari bidang pangkas dibiarkan.
3.      Petikan gandesan, dilakukan di kebun yang akan dipangkas dengan cara memetik semua pucuk tanpa melihat rumus petik.
Periode Panen
Panjang pendeknya periode pemetikan ditentukan oleh umur dan kecepatan pembentukan tunas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Pucuk teh dipetik dengan periode antar 6-12 hari. Teh hijau Jepang dipanen dengan frekuensi yang lebih lama yaitu 55 hari sekali.
Prakiraan Produksi
Produksi diharapkan mencapai 200 kg berat kering/ha/tahun.

Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat kelompok yaitu subtansi fenol (catechin dan flavanol), subtansi bukan fenol (pectin, resin. vitamin, dan mineral), subtansi aromatik dan enzim-enzim. Daun teh yang dipetik, awal mula melewati proses pelayuan yang memakan waktu 18 jam disebuah tempat berbentuk persegi panjang bernama withered trough. Setiap 4 jam daun dibalik secara manual. Masing-masing withered trough memuat 1 sampai 1,5 ton daun teh. Fungsi dari proses pelayuan ini adalah untuk menghilangkan kadar air sampai dengan 48%.
Daun-daun teh yang sudah layu kemudian dimasukan kedalam gentong dan diangkut menggunakan monorel ke tempat proses berikutnya. Dari monorel daun-daun dimasukan ke mesin penggilingan. 1 mesin memuat 350 kg daun teh dan waktu untuk menggiling adalah 50 menit. Setelah digiling, daun teh dibawa ketempat untuk mengayak. Proses untuk mengayak ini terjadi beberapa kali dengan hasil hitungan berdasarkan jumlah mengayak: bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, bubuk 4, dan badag. Sementara itu hasil ayakan terakhir yaitu badag tidak melewati proses fermentasi. Badag dan bubuk-bubuk yang telah melewati proses fermentasi kemudian dibawa ke ruangan berikutnya untuk dikeringkan. Lamanya proses pengeringan adalah 23 menit dengan suhu 100o C. Bahan bakar untuk proses pengeringan ini adalah kayu dan batok kelapa untuk rasa yang lebih enak.
Usai dikeringkan, daun dibawa ke ruangan sortasi,. Ada 3 jenis pekerjaan yang dilakukan diruangan sortasi. pertama, memisahkan daun teh yang berwarna hitam dan yang berwarna merah dengan menggunakan alat yang disebut Vibro. Kedua, memisahkanukuran besar dan ukuran kecil. Setelah semua proses selesai dikerjakan maka teh harus diperiksa dahulu (quality control). Bila daun tersebut memenuhi standar maka akan dikemas ditempat penyimpanan sementara (disimpan didalam tong plastik berukuran besar). Bila sudah siap untuk dipasarkan, contohnya di ekspor maka  daun teh yang siap dipasarkan tersebut akan dikemas kedalam papersack (Setyamidjadja, 2000).


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Teh merupakan salah satu tanaman industriyang sangat penting. Dari tanaman ini diambil daunnya yang masih muda. Kemudian diolah dan digunakan untuk bahan minuman yang lezat. Disamping itu, the juga diekspor dan menghasilkan devisa untuk negara. Kebutuhan akan the di dalam dan di luar negeri terus meningkat. Karena itu, diusahakan penanaman the diperluas dan diperbaiki. Tanaman teh karena berasal dari sub tropis, maka cocok ditanam di daerah pegunungan. Garis besar syarat tumbuh untuk tanaman teh adalah kecocokan iklim dan tanah.
Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara menerus setelah umur 5 tahun. Dengan pemeliharaan yang baik tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40 tahun. Kebun-kebun teh karenanya perlu senantiasa memperoleh pemupukan secara teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh pemangkasan secara baik, memperoleh curah hujan yang cukup. Kebun-kebun teh perlu diremajakan setelah tanaman tehnya berumur 40 tahun ke atas. Sesudah abad ke-18, teh  dikenal di seluruh dunia. Mula-mula hanya di daratan China dan India. Pada abad ke-9 teh mulai ditanam di Jepang. Orang Eropa mengenal teh di abad ke-16. Teh mempunyai 2 varietas, yakni: varietas Sinensis dan varietas Assamica. Teh assamica-lah yang paling banyak ditanam di Indonesia.

B.     SARAN
Dalam penyelesaian makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis mengharapkan kirik dan saran dari pembaca guna perbaikan untuk kali yang akan datang.

C.     
DAFTAR PUSTAKA
Ghani, Mohammad A. 2002. Dasar-Dasar Budi Daya Teh. Penebar Swadaya; Jakarta. 134 hal.
M.Sultoni Arifin, Dr. dkk. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. Bandung.
Rasjid Sukarja, Ir. 1983. Petunjuk Singkat Pengelolaan Kebun Teh. Badan Pelaksana Protek Perkebunan Teh Rakyat dan Swasta Nasional. Bandung.
Setyamidjaja, Djoehana. 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius; Yogyakarta. 154 hal.

1 comment: