BAB. I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat
merupakan ilmu yang lahir dari sebuah rasa ketakjuban, rasa ketidakpuasan
degnan mitos, hasrat ingin bertanya dan selalu ingin mencari kebenaran secara
mendasar. Sedangkan kebenaran itu beragam dan banyak macamnya. Tidak hanya
tertuju pada satu pikiran filsuf tetapi banyak filsuf.
Untuk mengetahui suatu kebenaran
yang ada, kami mengambil sebuah tema filsafat dari sekian banyak tema filsafat
yang ada untuk kita pelajari bersama, yaitu Filsafat pada Zaman Patristik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Zaman Patristik
Istilah
Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan
gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi
Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Didunia
Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan
dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka
menggukanakan falsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya
mengenai soal-soal yang berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan,
sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes (185-254), Agustinus
(354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).. Berdasarkan ajaran
Neo-Plaonisi da Stoa, ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti
adanya Tuhan, tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah.
Periode
ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan
tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas
utama menjawabi berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman
Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam
ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang
menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran Gereja secara
menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya.
Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes
(185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang
membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius,
Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari
Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan
Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin
yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus,
berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam diri para filosuf abad
pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai ca. 1000 M dikeal dalam sejarah
filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam
periode ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) dan John Scotus
Eriugena (lahir ca. 800 M).
B.
Kedudukan Filsafat Pada Zaman
Patristik
Filsafat
pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan tepatnya pada tahun
100-700[5]. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan bahwa Filsafat
Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir 204 M). Karena
filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan maka sangat erat kaitannya
dengan filsafat pada abad pertengahan terutama terhadap tokoh-tokoh filsafat
pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222), Origenes (185-254), Agustinus
(354-430).
Dunia
Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan
dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka
menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya
mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat
tentang Tuhan.
Akal pada
Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada Filsafat
Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul
kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah
dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal yang hamper seratus persen
pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis.
Pemasungan
akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan
bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari
filsafat adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah
satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat
rasional dan sains tidak penting; mempelajarinya merupakan usaha mubadzir,
menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena Simplicius salah seorang pemikir
zaman Plotinus, telah menutup sama sekaliruang gerak filsafat rasional, iman
telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang yang masiih
menghidupkan filsafat (akanl) harus dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia,
seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun
529 Kaisar Justianus mengeluarkan Undang-Undang yang melarang Filsafat.
Agustinus
mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani
diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh
pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama.
Moral berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa adalah kehidupan terbaik.
Hati memerlukan kehidupan demikian. Ia juga mengatakan bahwa mempelajari hukum
alam adalah mubadzir, memboroskan waktu. Ia berkutat bahwa bumi adalah pusat
jagat raya. Intelektualisme tidak penting, yang penting adalah cintakepada
Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya dati Anda, siap pencipta alam ini. Untuk itu
hati bersih, harus hidup. Mka kehidupan berbujang adalah kehidupan terpuji.
Manusia dilarang mempelajari Astronomi. Mempelajari Anatomi memnjadikan manusia
materialistis. Filsafat dan Sains jangan disentuh. Akal mati, hati menang.
Ciri khas
Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh
Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih dfahulu
setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu, misalnya, bahwa dosa warisan
itu ada, setelah itu susunlah argumen utnuk memahaminya. Mungkin juga utnuk
meneguhkan keimanan itu. Didalam pengertian itu tersimpalah pengertian bahwa
seseoang tidak boleh mengerti atau paham terlebih dahulu, dan karena
memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini iman secara rasional. Dalam undkapan
ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu hahrus diimaninya,
malainkan orang mengerti kalau ia mengimaninya.
Sifat ini
berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam Filsafat Rasioanl pengertian
itulah yang didahulukan; setelah dia mengerti barulah mungkin ia diterima dan
kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka Filsafat Abad Pertengahan terletak
pada ungkapan itu. Apakah kaidah ini (iman agar mengerti) dapat dianggap
sebagai rumus filsafat yang dianggap umum? Jawaban yang jelas atas pertanyaan
ini sulit dikemukakan. Yang dapat dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang
dianut, juga dalam Filsafat Islam. Contoh yang menonjol dalam Filsafat Islam
adalah Al-Ghazali. Didalam perbandingan ini kita seakan menemukan keganjilan.
Mengapa penerapak kaidah itu dalam Kristen menimbulkan akibat Sains dan
Filsafat terhadap perkembangannya, tetapi penerapak rumus ini dalam
perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan tersendatnya perkembangan
filsafat dan sains dalam Islam.
Kelihatannya
Filsafat Credo Ut Intelligem itu tidak merugikan perkembangan Filsafat dan
Sains seandanya wahtu yang dijadikan andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan
dengan akal logis. Hal iini kita temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam
Islam berkembang amatpesat karena keyakinan Islam tidak ada yang berlawanan
dengan akal logis; yang ada adalah bagian-bagaian yang berada didaerah
Supralogis dan Suprarasional.
Sains,
Filsafat dan iman (rasa) sebenarnya merupakan keseluruhan pengetahuan manusia.
Akan tetapi pembatasan daerah kerja (kapling)nya masih harus jelas. Sains
bekerja pada objek-objek sensasi, Filsafat pada objek-objek abstrak logis,
sedangkan hati (rasa) bekerja pada daerah-daerah Supralogis. Yang ini
sesugguhnya telah disebut oleh Bonaventura. Menurut pendapatnya manusia
memiliki tiga potensi (kmampuan): indera, akal dan kontemplasi. Hasil kerja
masing-masing potensi itu tidak boleh berlawanan, tetapi boleh tidak sama.
Tidak sama itu bukan berlawanan. Kekurang jelasan perbatasan daerah inilah yang
sering terjadinya bentrokan antara sains, filsafat, dan iman.
Kelemahan
lain dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan itu adalah sifatnya yang
terlaluyakin terhadap penafsiran teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak
lebihberarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya
bersifat relatif kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu
rata-rata menjabat sebagai orang suci (Saint), makafilsafat mereka menempati
pengertian agama yang absolut dalam dirinya. Iinilah barangkali yang menjadikan
tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis terhadap tokoh lain yang pemikirannya
berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja. Pada Abad Pertengahan itu Agama
Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci, malainkan penafsiran kitab suci
oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran Copernicus dengan Galileo dengan
pemikira tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan kedua tokoh tersebut dihukum.
Sebenarnya pendapat kedua ilmuwan tersebut tidak berlawanan dengan kitab Suci,
melainkan berbeda dengan pendapat Tokoh Gereja yang mengatasnamakan Kitab Suci,
berarti Kitab Suci itu salah karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan
itulah yang benar.
Uraian tadi
manunjukka bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman (hati) benar-benar telah
menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan hidup Abad Pertengahan
(diBarat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami; filsafat dan sains berhenti;
jangankan menemukan yang baru, menjaga warisan Yunani ini saja tidak mampu.
Abad Pertengahan melahirkan juga
filosof yang lumayan, yaitu Thomas Aquinas. Ia lahir pada masa-masa menjelang
habisnya kekuatan agama Kristen mempengaruhi jalan pemikiran. Tekanan terhadap
pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah berkurang. Oleh karena itu, ia
berhasil mengumumkan Filsafat Rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa
pembuktian adanya Tuhan yang masih dipelajari orang hinga saat ini. Tetapi
filsafatnya ini tetap saja tidak disenangi oleh banyak tokoh ketika itu.
C.
Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman
Patristik dan Peranannya
1. Augustinus (354-430)
Augustinus mempunyai tempat
tersendiri dalam sejarah filsafat. Mungkin penamaan Abad Agustinus (The Age of
Agustine) seperti yang telah ditulis oleh Mayer dalam bukunya disebabkan oleh
Augustinus telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran Abad Pertengahan
mengadaptasikan Platonisme dengan idea-idea Kristen. Ia memberikan formulasi
yang sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap
Khatolik dan Protestan.
Stuart Hampshire dalam introduksi
bukunya, The Age of Reason, menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kegiata
pikir manusia yang bersinambung. Pikiran seorang tokoh pada masa tertentu baru
jelas dipahami setelah melihat hubungannya dengan pemikiran-pemikiran
sebelumnya. Kalau demikian, maka beberapa pemikir sebelum Augustinus perlu
dibicarakan terlebih dulu. Mungkin saja pemikir iru merupakan latar belakang
pemikiran Augustinus.
Augustinus lahir di Tagasta, Numidia
(sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia
dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan
moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur,
tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya
kefilsafat.
Pada Tahun 388 ia mengabdikan
seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia
menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada
fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo.
Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium
Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan
kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya.
Filsafat Augustinus merupakan sumber
atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli,
dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa,
pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan
kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad Pertengahan.
Filsafatnya tentang sejarah
berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam
pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan,
dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus
menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang
meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman,
imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman
Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.
Karta Augustinus yang paling
berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul disebabkan oleh adanya
perampasan Roma oelh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki konsekuensi yang
besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi karena ketidak
patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka terhadap
agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen.
Karena banyak yang meilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir,
sebagian lain menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka semabah
tidak mempunyai kekuatan atas alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu
Augustinus menulis The City of God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas
keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga mengetengahkan suatu sejarah
filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang pada Abad
Keduapuluh sekarang.
Augustinus tidak mempercayai bahwa
sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu; ia merupakan kejadian yang
diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai suatu permulaan dan
suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya adalah
kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah
Dilsafat Sejarah dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan
memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami
melaluihukum-hukum Tuhan.
Buku The City of God dapat dibagi
menjadi dua bagian besar. Bagian pertama yaitujilid 1-10 membicarakan
tanggungjawab Kristen terhadap perpecahan Romawi, sifat-sifat imperialistis,
tidak pernahnya Romawi memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian kedua yaitu
jilid 11-12 membicarakan asal-usul manusia, dunia Tyhan dan dunia Setan.
Mengenai siksa neraka Augustinus
mengatakan bahwa ia bersifat kekal. Origen berpendapat bahwa orang,
bagaimanapun jeleknya, tidak akan kekal dineraka, Augustinus menolak pendapat
ini. Kalau pendapat Origen benar, mengapa tidak berlaku bagi Setan? Demikian
kata Augustinus.
2. Anselmus (1033-1109)
Dalam membicarakan Filsafat Abad
Pertengahan St. Anselmus tidak dapat dilewatkan begitu saja. Tokoh inilah yang
mengeluarkan Credo Ut Intelligam yang dapat dianggap merupakan cirri utama
Filsafat pada Abad Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta, Italia.
Seluruh kehidupannya penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia
menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman
merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang
membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya
Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk
mengenai penyelamatan melalui Kristus.
Credo Ut Intelligam menggambarkan
bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu adalah Percaya baru
mengerti; secara lebih sederhana percayalah telebih dahulu supaya mengerti. Ia
mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih dahulu sebelum kita mulai berfikir.
Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar terhadap
pemikirannya.
Ia berpendapat semua makhluk
memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya kebaikan Mahatinggi yang
disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya tidak terpikirkan
(kebesarannya Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia juga
ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Mahabesar ada
dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini
mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak
mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek
itu tidak ada.
Tentang penyelamatan, ajarannya sama
dengan Filsuf Abad Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam,
jatuhnya Adam memang karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya
diperoleh melalui Kristus.
3. Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada
tahun 1225 dari keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui
Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih
empiris daripada orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia
lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang
argument-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa
Aquinas menganggap bahwa penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau
setingkat dengan penjelasan Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganut
Hipotesis Geosentris.
Dalam seluruh teorinya mengenai
pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikir (reson)dan iman
adalah tidak bertentangan. Akan tetapi, dimana batas kedua-duanya? Menurut
pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui
secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin
dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan
iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman.
Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada
pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima
oleh akal tidak akan bertentangan dengan ajaran wahyu.
Selanjutnya Aquinas mengajarkan
seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu membangun
dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu
tidak selalu dapat dilakukan karena kanl terbatas. Akal tidak dapat memberikan
penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal
juga tidak mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh
karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana
telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan.
Berdasarkan uraian itu kita dapat
mengetahui adanya dua jalur pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah
jalur akal yang dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan. Dan yang kedua
adalah jalur Tuhan ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung
oleh akal.
Aquinas membagi pengetahuan menjadi
tiga bagian pengetahua Fisika, Matematika, dan Metafisika. Dari yang tiga
Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian darinya. Menurut pendapatnya
dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi. Sehunbungan dengan teorinya
diatas maka didalam filsafat Aquinas filsafat dapat dibedakan dari agama dengan
melihat penggunaan akal. Filsafat ditentukan oelh penjelasan sistematis akliah,
sedangkan agama ditentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu
tidak terlihat begitu jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari
kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah agama
natural yang dibentangkan diatas akal, dan yang kedua adalah agama wahyu yang
dibentangkan diatas iman.
Didalam doktrinnya tentang
pengetahuan Aquinas adalah realis Moderat. Ia tidak sependapat dengan Plato
yang mengajarkan bahwa alam semesta ini menpunyai eksistensi yang objektif. Ia
mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara:pertama sebagai
sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan; kedua sebagai idea dalam pemikiran
manusia; dan ketiga sebagai esensi sesuatu. Dapat dicatat disini bahwa Aquinas
mencoba mennjebatani dua ekstrimitas. Ekstrimitas Nominalisme dan Ekstriminitas
Realisme. Nominalisme adalah suatu ajaran dalam Filsafat Skolastik yang
menyatakan bahwa tidak ada eksistensi bastrka yang sungguh-sungguh objektif;
yang ada hanyalah kata-kata dan nama-nama; yang benar-benart real adalah fisik
yang particular ini saja. Realisme adalah suatu ajaran dalam filsafa tyang
mengatakan bahwa realitas Universal abstrak sama dengan atau lebih tinggi dari
realitas.
Aquinas melakukan harmonisasi antara
kedua ekstrem itu cara memperhatikan bahwa alam semesta mempunyai berbagai
pengertian bila diterapkan pada Tuhan, manusia, dan alam. Sains menurutnya,
berkenaan dengan alam jenis ketiga; yaitu alam sebagai esensi. Konsep-konsep
sains tidak a priori sebab manusia dilahirkan tidak membawa idea-idea
immaterial. Menurut pendapat Aquinas pikiran tidak akan berisi apa-apa apabila
tidak menggunakan indera. Proses pengetahuan dimalai dari adanya penginderaan
yang memberikan kepada kita presepsi tentang objek didalam alam. Persoalan yang
dihadapkan kepada Aquinas adalah bagaiamana presepsi ini diterjemahkan kedalam
idea-idea yang dapat dipikirkan. Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas menggunakan
istilah intelek aktif yang bertugas mengabstraksikakn unsure-unsur dalam alam
semesta lalau menciptakan jenis-jenis yang dapat dipikirkan. Intelek aktif
itulah yang memberikan kepada kita keadaan susunan alam semesta. Melalui
intelek aktif itu kita dapat memahami prinsip-prinsip pertama yang mengatur
semua kenyataan.
Pengalaman menurut Aquinas bukanlah
suatu proses yang kacau pengalaman menyatakan prinsip-prinsip universal tentang
eksistensi, kualitas-kualitas particular tidaklah terpisah-pisah; mereka
mempunyai kualitas esensial dalam keseluruhan. Tugas sainslah untuk
mengklasifikasikan dan menguraikan kualitas-kualaitas itu.
Kalau dibandingkan dengan pandangan
modern tentang sains, teori Aquinas sangat berbeda. Menurut pendapat sains
Modern pencapaian terbaik dalam sains adalah bila ia lebih menjurus kepada
objek-objek yang particular. Sains modern tidak memberikan penghargaan yang
tinggi kepada masalah-masalah immaterial.Bagian immaterial itu merupakan bagian
pembahasan metafisika. Sedangkan pada Aquinas tadi, sains akan semakin tinggi
nilainya bila ia semakin universal.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zaman
pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan
adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara
menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para
pemikir zaman ini hampir semuanya klerus, yakni golongan rohaniwan atau
biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib),
minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani. Sejarah
filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode
pratistik dan periode skolastik .
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,
Ahmad. 1991. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: PT Bulan Bintang.
Kebung,
Kondrad. 2008. Filsafat Itu Indah. Jakarta: Pustakaraya.
Salam,
Burhanuddin. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Rustam.
1999. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Sejarah Filsafat dan IPTEK.
Jakarta: Rhineka Cipta.
Tafsir,
Ahmad. 2007. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Wiramihardja,
Soetardjo. 2006. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.
No comments:
Post a Comment