BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Premanisme
(berasal dari kata bahasa Belanda vrijman = orang bebas, merdeka dan isme
= aliran) adalah sebutan yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan
sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan
kelompok masyarakat lain.
Fenomena
premanisme di Indonesia mulai berkembang hingga sekarang pada saat ekonomi
semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok
masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan,
biasanya melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya
tidak dibutuhkan.
Faktor utama munculnya premanisme di
Indonesia memang bermula pada perekonomian yang sulit dan banyaknya
pengangguran di sekitar kita. Namun jika kita cermati untuk saat ini, faktor
utama kemunculan premanisme adalah karena minimnya sebuah pendidikan dan
kurangnya penanaman moral yang baik bagi rakyat. Sehingga hal itu menyebabkan
terjadinya kemerosotan moral yang begitu memprihatinkan bangsa ini.
Faktor-faktor inilah yang menjadi kunci dari munculnya tindakan premanisme.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Premanisme ?
2. Apa saja Contoh-Contoh Premanisme ?
3. Bagaimana Faktor-Faktor
Munculnya Premanisme ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Premanisme
Premanisme
berasal dari kata bahasa Belanda vrijman yang diartikan orang bebas, merdeka
dan kata isme yang berarti aliran. Premanisme adalah sebutan pejoratif yang
sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang
mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang diterbitkan Balai Pustaka (1993) memberi
arti preman dalam level pertama. Kamus ini menaruh “preman” dalam dua entri:
1) preman dalam arti partikelir, bukan
tentara atau sipil, kepunyaan sendiri.
2) preman sebagai sebutan kepada orang
jahat (penodong, perampok, dan lain-lain).
Dalam level kedua, yakni sebagai
cara kerja, preman sebetulnya bisa menjadi identitas siapapun. Seseorang atau
sekelompok orang bisa diberi label preman ketika ia melakukan kejahatan
(politik, ekonomi, sosial) tanpa beban. Di sini, preman merupakan sebuah tendensi
tindakan amoral yang dijalani tanpa beban moral. Maka premanisme di sini
merupakan tendensi untuk merebut hak orang lain bahkan hak publik sambil
mempertontonkan kegagahan yang menakutkan. Istilah preman penekanannya adalah
pada perilaku seseorang yang membuat resah, tidak aman dan merugikan lingkungan
masyarakat ataupun orang lain .
Istilah preman menurut Ida Bagus
Pujaastawa, berasal dari bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas
atau tidak memiliki ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu
lainnya. Dalam ranah sipil, freeman (orang bebas) di sini dalam artian
orang yang merasa tidak terikat dengan sebuah struktur dan sistem sosial
tertentu. Pada ranah militer, freeman (orang bebas) berarti orang yang
baru saja selesai melaksanakan tugas dinas (kemiliteran) atau tidak sedang
dalam tugas (kemiliteran). Dalam sistem militer ala Barat pengertian freeman
ini lebih jelas karena ada pembedaan antara militer dan sipil. Misalnya setiap
anggota militer yang keluar dari baraknya otomatis menjadi warga sipil dan
mengikuti aturan sipil kecuali dia ada tugas dari kesatuannya dan itupun dia
harus menggunakan seragam militer. Sayangnya di Indonesia aturan itu tidak
berlaku, anggota militer (TNI) walaupun tidak dalam tugas dan tidak memakai
seragam militer tidak mau mengikuti aturan sipil (KUHAP). Misalnya anggota
militer yang melakukan perbuatan pidana di luar baraknya (markasnya) tidak
dibawa ke pengadilan sipil (pengadilan negeri atau pengadilan tinggi) tapi
dibawa ke pengadilan militer.
Dalam perkembangan selanjutnya
perilaku premanisme cenderung berkonotasi negatif karena, dianggap rentan
terhadap tindakan kekerasan atau kriminal. Namun demikian, keberadaan preman
tidak dapat disamakan dengan kelompok pelaku tindak kriminal lainnya seperti
pencopet atau penjambret. Preman umumnya diketahui dengan jelas oleh masyarakat
yang ada di sekitar wilayah operasinya, seperti pusat-pusat perdagangan
(pasar), terminal, jalan raya, dan pusat hiburan.
B.
Contoh-Contoh Premanisme
Menurut
Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane , setidaknya ada empat
model preman yang ada di Indonesia, yaitu:
1. Preman yang tidak terorganisasi.
Mereka bekerja secara sendiri-sendiri, atau berkelompok, namun hanya bersifat
sementara tanpa memiliki ikatan tegas dan jelas.
2. Preman yang memiliki pimpinan dan
mempunyai daerah kekuasaan.
3. Preman terorganisasi, namun
anggotanya yang menyetorkan uang kepada pimpinan.
4. Preman berkelompok, dengan
menggunakan bendera organisasi. Biasanya preman seperti ini, dibayar untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu. Berbeda dengan preman jenis ketiga, karena
preman jenis ini biasanya pimpinanlah yang membayar atau menggaji anak buahnya.
Preman jenis keempat ini, masuk
kategori preman berdasi yang wilayah kerjanya menengah ke atas, meliputi area
politik, birokrasi, dan bisnis gelap dalam skala kelas atas. Dalam operasinya,
tidak sedikit di antara mereka di-backup aparat. Kerjanya rapih, dan sulit
tersentuh hukum, karena hukum dapat mereka beli, dengan memperalat para
aparatnya.
Pendapat lain berasal dari Azwar
Hazan mengatakan, ada empat kategori Preman yang hidup dan berkembang di
masyarakat:
a. Preman tingkat bawah.
Biasanya berpenampilan dekil,
bertato dan berambut gondrong. Mereka biasanya melakukan tindakan kriminal
ringan misalnya memalak, memeras dan melakukan ancaman kepada korban.
b. Preman tingkat menengah.
Berpenampilan lebih rapi mempunyai
pendidikan yang cukup. Mereka biasanya bekerja dengan suatu organisasi yang
rapi dan secara formal organisasi itu legal. Dalam melaksanakan pekerjaannya
mereka menggunakan cara-cara preman bahkan lebih “kejam”dari preman tingkat
bawah karena mereka merasa “legal”. Misalnya adalah Agency Debt Collector yang
disewa oleh lembaga perbankan untuk menagih hutang nasabah yang menunggak
pembayaran angsuran maupun hutang, dan perusahaan leasing yang menarik agunan
berupa mobil atau motor dengan cara-cara yang tidak manusiawi.
c. Preman tingkat atas.
Adalah kelompok organisasi yang
berlindung di balik parpol atau organisasi massa bahkan berlindung di balik
agama tertentu. Mereka “disewa“ untuk membela kepentingan yang menyewa. Mereka
sering melakukan tindak kekerasan yang “dilegalkan”.
d. Preman elit.
Adalah oknum aparat yang menjadi
backing perilaku premanisme, mereka biasanya tidak nampak perilakunya karena
mereka adalah aktor intelektual perilaku premanisme
C.
Faktor-Faktor Munculnya Premanisme
Seseorang
melakukan tindakan-tindakan premanisme selain dari faktor pribadi juga karena
adanya faktor sosial, faktor sosial inilah yang dapat mendorong seseorang untuk
melakukan pelanggaran hukum maupun terhadap aturan yang ada, faktor sosial
merupakan norma-norma maupun hukum yang berlaku dimasyarakat, namun seringkali
norma-norma tersebut diabaikan atau dilanggar, sehingga penyimpangan yang
terjadi dalam norma-norma dan hukum di masyarakat ini disebut Penyimpangan
Sosial.
Menurut
James Vander Zanden, 1979; Perilaku menyimpang atau Deviance Behaviour adalah
Perilkau yang dipandang sejumlah orang sebagai perbuatan tercela dan diluar
batas toleransi, Secara sosiologis, perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai
setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada di
dalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi karena seseorang mengabaikan
norma atau tidak mematuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga sering
dikaitkan dengan istilah-istilah negatif. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
‘menyimpang’ bermakna tidak menurut jalan yang betul, menyalahi kebiasaan,
aturan, hukum, dan sebagainya serta menyeleweng atau sesat. Menurut Lemert
(1951); Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk;
1. Penyimpangan Primer (Primary
Deviation)
yaitu Penyimpangan yang dilakukan
seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri
penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara,tidak dilakukan secara
berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarat seperti: menunggak iuran
listrik, telepon, BTN, melanggar rambu-rambu lalu lintas, ngebut di jalanan
dsb.
2. Penyimpangan Sekunder (secondary
deviation)
yaitu Penyimpangan yang berupa
perbuatan yang dilakukan seseorang yang secara umum dikenal sebagai perilaku
menyimpang. Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang tersebut, karena
merupakan tindakan pengulangan dari penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini
tidak bisa ditolerir oleh masyarakat, seperti : preman, pemabuk, pengguna obat-obatan
terlarang, pemerkosa, pelacuran, pembunuh, perampok, penjudi.
Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan perilaku menyimpang menurut Casare Lombroso adalah;
a. Biologis
Misalnya orang yang lahir sebagai pencopet
atau pembangkang. Ia membuat penjelasan mengenai “si penjahat yang sejak
lahir”. Berdasarkan ciri-ciri tertentu orang bisa diidentifikasi menjadi
penjahat atau tidak. Ciri-ciri fisik tersebut antara lain: bentuk muka, kedua
alis yang menyambung menjadi satu dan sebagainya.
b. Psikologis
Menjelaskan sebab terjadinya
penyimpangan ada kaitannya dengan kepribadian retak atau kepribadian yang
memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan. Dapat juga karena
pengalaman traumatis yang dialami seseorang.
c. Sosiologis
Menjelaskan sebab terjadinya
perilaku menyimpang ada kaitannya dengan sosialisasi yang kurang tepat.
Individu tidak dapat menyerap norma-norma kultural budayanya atau individu yang
menyimpang harus belajar bagaimana melakukan penyimpangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Premanisme
adalah aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap individu atau
kelompok masyarakat lain dengan menggunakan cara kekerasan. Munculnya kaum
premanisme dilator belakangi oleh beberapa faktor seperti tingginya jumlah
pengangguran, minimnya lapangan pekerjaan, dan pengaruh psikologi si pelaku.
Perilaku anarki yang selalu mereka
tunjukkan kepada masyarakat mengakibatkan banyak dampak negatif. Dampak Dalam
aspek fisik bisa berupa kematian dan kerusakan prasarana-prasarana masyarakat.
Sedangkan dalam aspek moral adalah trauma yang dialami oleh para korban,
merusak mental para generasi muda dan masih banyak yang lain.Sehingga solusi
yang dapat dilakukan dengan menyingkirkan perilaku dan aksi premanisme itu
dengan memberdayakan kelompok kelompok tersebut untuk tugas yang lebih penting
dan juga berguna bagi bangsa. Karena mereka adalah sumber energi yang luar
biasa kalau terarah dengan positif.
B.
Saran
Demikianlah
yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah
ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah
ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA
Kartono Kartini, Patologi Sosial Kenakalan Remaja,
Jakarta:PT RajaGrafindo Persada 2005
Mulyana Deddy, Komunikasi Antar Budaya, PT REMAJA
ROSDAKARYA, Cetakan kedua belas, Oktober 2010
Savitri,
Dian. 2009. Kajian Yuridis Terhadap
Tindak Pidana yang Dilakukan Oleh “Premanisme”.
Mada
Dana Weda, Kriminologi, Penerbit PT Raja Grafindo, Jakarta, 1996.
Moeljanto, Asas – Asas Hukum Pidana, Penerbit
PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993.
No comments:
Post a Comment