BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Diutusnya manusia di dunia ini guna mengemban amanah suci yaitu
sebagai khalifah. Dan jelas bahwa ini semua memerlukan bekal yang cukup guna
memenuhi kelangsungan hidupnya. Baik kebutuhan yang bersifat materi maupun non-materi.
Sehingga ia tidak merasa kekurangan dan tidak pula tergantung kepada orang
lain. Yang pada akhirnya ia akan merasa tenang beribadah kepada sang pencipta
dalam menjalankan visi dan misinya sebagai khalifah dimuka bumi. Oleh
karenanya, Allah menciptakan semua yang ada di atas bumi ini untuk dimanfaatkan
bagi kepentingan umat manusia. Pemberian status ini dilengkapi dengan pemberian
pedoman atau petunjuk bagi mereka, agar bisa memperoleh keselamatan, baik di
dunia maupun di akhirat.
Atas dasar ini, maka para ulama merumuskan bahwa tujuan umum
syari’at Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia dengan
memberikan perlindungan dan kecukupan bagi semua hal yang menjadi keniscayaan,
kebutuhannya, dan kelengkapannya .Keniscayaan atau keperluan dasar manusia yang
harus diwujudkan dan dijaga eksistensinya adalah agama (ad-dîn), akal
(al-‘aql), jiwa (an-nafs), kehormatan (al-‘irdh), dan harta benda (al-mâl).
B. Rumusan Masalah
1.
definisi harta
2.
klasifikasi harta
3.
hak cipta dalam perspektif
hukum Islam
4.
harta dalam ekonomi Islam
5.
hak milik dalam ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Al-Mal (Harta)
Menurut Ibn al-Atsir kata Al-mal pada awalnya digunakan untuk arti
emas atau perak, lalu pada perkembangannya digunakan untuk setiap sesuatu yang
dimiliki meskipun bukan berupa emas atau perak. kata al-maal lebih sering
digunakan oleh bangsa Arab untuk arti unta, karena unta sebagai harta yang
paling banyak dimilki oleh bangsa arab saat itu.
Definisi kata al-mal menurut madhab hanafi adalah sesuatu yang digandrungi
oleh tabiat manusia dan bisa dimiliki dan dikuasai. Jadi menurut madhab hanafi
sesuatu bisa dikatakan sebagai harta jika telah memiliki dua asas, yaitu:
1.
bisa dimiliki dan dikuasai,
2.
bisa dimanfaatkan.Definisi kata
al-mal menurut ibn abidin adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia
yang bisa dimiliki dan disimpan sampai saat dibutuhkan. Tetapi definisi ini
dibantah oleh Wahbah zuhaili dengan alasan definisi ibn abidin tidak
komprehensif karena ada barang yang termasuk harta tapi tidak bisa disimpan
lama seperti sayuran.
Sedangkan menurut jumhur ulama kata al-mal adalah sesuatu yang
mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau
semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia) yang mana
diwajibkan untuk menggantinya bila merusakannya atau menghilangkannya.
Dari kedua definisi ini bisa disimpulkan bahwa madhab Hanafi tidak
mengakui eksistensi manfaat sebagai harta, tetapi sebagai hak milik karena
tidak ada bentuk nyatanya. Sedangkan jumhur ulama mengakui eksistensi manfaat
sebagai harta karena tujuan utama seseorang memiliki suatu harta adalah
manfaatnya bukan dzatnya. Oleh karena itu dalam madhab Hanafi akad sewa bisa
selesai atau berhenti sebab wafatnya pihak penyewa (musta`jir) meskipun masa sewa
belum habis dengan dalih bahwa manfaat itu bukan termasuk harta sehingga tidak
bisa diwariskan kepada ahli waris. Berbeda dengan jumhur ulama yang berpendapat
bahwa wafatnya musta`jir tidak bisa menghentikan akad sewa tetapi bisa terus
berlanjut sampai masa sewa habis dengan alasan bahwa manfaat itu adalah
termasuk harta sehingga bisa diwariskan.
B. Klasifikasi Al-Mal Menurut
Fuqoha
Ulama
mengklasifikasikan al-mal beradasarkan empat kategori :
1.
berdasarkan boleh atau tidaknya
penggunaan menurut syariat, al-mal dibagi menjadi dua:
a.
harta yang bernilai (mal
mutaqowwim) yaitu semua harta yang diperbolehkan penggunaannya menurut syariat,
seperti makanan dan minuman yang halal.
b.
Harta yang tidak bernilai (mal
ghoiru mutaqowwim) yaitu semua harta yang tidak diperbolehkan penggunaannya
menurut syariat kecuali dalam keadaan darurat, seperti babi dan minuman keras.
Manfaat
pengklasifikasian al-mal beradasarkan kategori ini adalah :
·
untuk mengetahui apakah suatu
harta itu boleh diajadikan obyek dari suatu transaksi atau tidak. Jika suatu
barang itu termasuk kategori harta yang bernilai maka boleh dijadikan sebagai
obyek dari suatu transaksi. Dan sebaliknya jika termasuk kategori Harta yang
tidak bernilai maka tidak diperbolehkan untuk dijadikan sebagai obyek dari
suatu transaksi.
·
Untuk mengetahui apakah suatu
harta jika dirusakkan atau dimusnahkan itu wajib untuk diganti atau tidak. Jika
suatu barang itu termasuk kategori harta yang bernilai maka wajib diganti jika
dirusakkan atau dimusnahkan. Dan sebaliknya jika termasuk kategori Harta yang
tidak bernilai maka tidak diwajibkan untuk menggantinya jika dirusakkan atau
dimusnahkan.
Dari pengklasifikasian berdasarkan kategori ini bisa disimpulkan bahwa ulama membedakan antara materi dan nilai. Materi bisa terwujud hanya ketika seluruh manusia atau sebagaian di antara mereka menggunakannya sebagai materi. Tetapi nilai hanya berlaku bila dibolehkan oleh ajaran syariat. Minuman keras, bangkai, babi adalah harta atau materi, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai barang bernilai
Dari pengklasifikasian berdasarkan kategori ini bisa disimpulkan bahwa ulama membedakan antara materi dan nilai. Materi bisa terwujud hanya ketika seluruh manusia atau sebagaian di antara mereka menggunakannya sebagai materi. Tetapi nilai hanya berlaku bila dibolehkan oleh ajaran syariat. Minuman keras, bangkai, babi adalah harta atau materi, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai barang bernilai
2.
berdasarkan tetap atau tidaknya
suatu harta pada tempatnya, al-mal dibagi menjadi dua:
a.
harta tidak bergerak (`aqor),
yaitu harta yang tidak bisa dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat lain,
Seperti rumah dan tanah.
b.
Harta bergerak (mal manqul),
yaitu harta yang bisa dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat lain, seperti
hewan dan pakaian.
Manfaat
pengklasifikasian al-mal beradasarkan kategori ini adalah :
·
Untuk mengetahui apakah suatu
harta itu bisa diwakafkan atau tidak. Menurut madhab Hanafi diperbolehkan
mewakafkan harta yang tetap, sedangkan harta yang tidak tetap maka tidak diperbolehkan
untuk diwakafkan.
·
Untuk mengetahui apakah suatu
harta itu boleh dijual sebelum diserahterimakan oleh penjual ke pembeli atau
tidak. Menurut madhab Hanafi diperbolehkan menjual harta yang tetap meskipun
belum diterima oleh pembeli, sedangkan harta yang tidak tetap maka tidak
diperbolehkan untuk dijual sebelum diterima oleh pembeli.
3.
berdasarkan sama atau tidaknya
individu dan partikel suatu harta dengan harta lain, al-mal dibagi menjadi dua:
a.
mal mitsliy
yaitu harta yang mempunyai kesamaan dengan harta lain, baik dalam
segi individual maupun partikelnya tanpa ada perbedaan berarti yang bisa
mempengaruhi perbedaan nilai dalam transaksi. Seperti contoh: tepung, kain,
mobil.
b.
Mal qimiy, yaitu yaitu harta
yang tidak mempunyai kesamaan dengan harta lain, baik dalam segi individual
maupun partikelnya. atau mempunyai kesamaan tapi dengan adanya perbedaan yang
bisa mempengaruhi perbedaan nilai dalam transaksi. Seperti contoh: hewan,
tanah, tanaman.
Manfaat
pengklasifikasian harta berdasarkan kategori ini adalah:
·
Untuk mengetahui ganti rugi
yang harus ditanggung oleh seseorang yang menghilangkan atau merusakkan suatu
harta. Jika harta yang dihilangkan adalah termasuk jenis mal mitsliy maka dia
harus mengganti harta tersebut dengan harta yang sama persis. Tetapi jika harta
yang dihilangkan atau dimusnahkan itu termasuk mal qimiy maka dia harus
mengganti dengan nilai dari harta tersebut.
·
Untuk mengetahui boleh atau
tidaknya pembagian suatu harta yang dimiliki bersama ketika salah satu pemilik
tidak hadir dan tanpa persetujuannya. Jika harta tersebut termasuk jenis mal
mitsli maka diperbolehkan membagi harta milik bersama meskipun tanpa kehadiran
salah satu pemiliknya dan tanpa izin darinya. Sedangkan jika harta tersebut
termasuk jenis mal qimiy maka tidak diperbolehkan untuk membagi harta milik
bersama tanpa kehadiran salah satu pemiliknya dan tanpa izin darinya.
4.
berdasarkan berkurang atau
tidaknya dzat suatu harta setelah pemakaian, al-mal dibagi menjadi dua:
a.
mal istihlakiy: yaitu harta
yang berkurang dzatnya setelah penggunaan. Seperti makanan, minuman, minyak.
b.
Mal isti`maliy: yaitu harta
yang tidak berkurang dzatnya setelah penggunaan, seperti baju, tikar, buku.
Manfaat dari pengklasifikasian harta berdasarkan kategori ini adalah
untuk bisa mengetahui harta apakah yang boleh dijadikan obyek dari transaksi
yang hanya berorientasi pada penggunaan. Harta yang termasuk dalam kategori Mal
isti`maliy boleh dijadikan obyek dari transaksi yang hanya berorientasi pada
penggunaan, seperti pada transaksi penyewaan dan peminjaman. Sedangkan harta
yang termasuk dalam kategori mal istihlakiy tidak boleh dijadikan obyek dari
transaksi yang hanya berorientasi pada penggunaan. Dan dalam transaksi yang
tidak hanya berorientasi pada penggunaan saja seperti transaksi jual beli, maka
harta yang termasuk kategori mal istihlakiy maupun mal isti`maliy boleh
dijadikan obyek dalam transaksi tersebut.
C. Hak Cipta Dalam Perspektif
Hukum Islam
Definisi hak cipta menurut undang-undang nomer 19 tahun 2002 tentang
hak cipta: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sedangkan definisi hak kekayaan intelektual menurut fatwa MUI
no1/Munas/MUI/15/2005 adalah kekayaan yang timbul dari hasil pikir otak yang
menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui
oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Mengingat tidak ada nash yang secara eksplisit yang membahas hak
cipta, maka menurut Wahbah zuhaili pembahasan tentang hak cipta menggunakan
dalil maslahah mursalah yaitu bahwa setiap sesuatu atau tindakan yang sesuai
dengan tujuan syariat Islam, dan mempunyai nilai mendatangkan kebaikan dan
menghilangkan kerusakan, namun tidak mempunyai dalil eksplisit, hukumnya harus
dijalankan dan ditegakkan. Kemaslahatan tersebut bisa dilihat dari beberapa aspek,
diantaranya Pencipta atau penemu temuan baru tersebut telah membelanjakan
begitu besar waktu, biaya dan fikirannya untuk menemukan suatu temuan baru,
maka sudah selayaknya dilindungi temuannya tersebut.
Dalam uraian mengenai definisi harta pada bab sebelumnya bisa
diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan ulama tentang harta. Menurut jumhur
ulama hak dan manfaat dari suatu barang termasuk kategori harta. Sedangkan
menurut madzhab Hanafi, hak dan manfaat tidak termasuk harta. Para ulama
kontemporer seperti Wahbah zuhaili berpendapat bahwa hak milik termasuk harta,
oleh karenanya hak cipta dilindungi oleh syariat. Pendapat ini merujuk pada
definisi harta menurut jumhur ulama. Konsekwensi hukum atas pengakuan hak milik
sebagai harta adalah:
1.
hak cipta adalah termasuk hak
milik pribadi, dengan demikian maka syariat melindungi hak cipta dari segala
tindakan yang melanggarnya.
2.
pemilik hak cipta diperbolehkan
untuk mentasarufkan haknya, seperti menjualnya atau memberikan hak cetak kepada
penerbit tertentu.
3.
hak cipta dimiliki oleh
penciptanya atau penemunya, dan dapat diwariskan kepada ahli warisnya jika sang
pemilik wafat.
4.
perbuatan mencetak,
memperbanyak, menterjemah karya tulis tanpa seizin pemiliknya adalah perbuatan
yang dilarang oleh syariat.
Pendapat ini juga diamini oleh fatwa MUI no1/Munas/MUI/15/2005 bahwa
hak kekayaan intelektual dalam Islam termasuk hak kekayaan yang mendapat
perlindungan hukum sebagaimana harta.
D. Harta Dalam Ekonomi Islam
Diantara tabiat manusia adalah keinginan untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya. Dan untuk memenuhi kebutuhan itu tentu saja dibutuhkan
harta yang bisa didapatkan dengan usaha-usaha tertentu. Oleh karena itu, Islam
tidak melarang seseorang untuk memiliki harta. Islam juga tidak membatasi
jumlah harta yang dapat dimilki oleh seseorang.
Islam memandang harta dengan acuan akidah, yakni dipertimbangkannya
kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak milik. Pandangan demikian,
bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal
dan kuasa atas segalanya. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya karena hikmah
Ilahiah. Hubungan manusia dengan lingkungannya diikat oleh berbagai kewajiban,
sekaligus manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang. Kalau
harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan
suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah
dalam mempergunakan dan mengatur harta itu.
Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu:
Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu:
1.
Allah Maha Pencipta, bahwa kita
yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
2.
Allah adalah pemilik semua
harta yang sesungguhnya dan mutlak
seperti yang tercantum dalam firman Allah Q.S. Al-Ma’idah (5/120)
artinya:
“langit dan bumi beserta apa yang ada didalamnya adalah milik Allah”.
Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja
sedangkan manusia sebagai khalifah di bumi hanya sebagai wakil dari Allah dalam
menggunakan harta. Oleh karena itu dalam penggunaan harta, manusia harus
mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. sebagaimana seorang
wakil dalam hukum muamalah harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh
muwakkil (yang mewakilkan).
3.
Iman kepada hari Akhir. Hari
Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang
kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana
harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan.
Allah SWT berfirman Q.S Al-Baqarah : 29
Artinya
: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-Baqarah : 29)
Dan semua apa-apa yang diciptakan Allah ta’ala di alam ini untuk manusia merupakan rahmat dari-Nya yang
diberikan kepada segenap umat manusia, sebagaimana firman-Nya :
”Dan Dia menundukkan untukmu apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” [Q.S. Al-Jaatsiyyah :
13].
Islam tidak memandang rendah harta kekayaan dan juga tidak
memandangnya sebagai penghalang untuk mencari derajat yang tertinggi dan
taqarrub ke pada Allah, tetapi harta dianggap sebagai salah satu nikmat yang
dianugerahkan oleh Allah kepada umat manusia dan wajib disyukuri. Bahkan dalam
Al-Quran penyebutan harta seringkali menggunakan kata “khair” yang berarti
baik. Harta juga disebut dalam Al-Quran sebagai perhiasan dunia, yaitu sebagai
bekal bagi manusia untuk menjalani kehidupannya di dunia. Jadi, manusia tidak
perlu menghindari harta karena bukan selamanya harta itu bencana bagi
pemiliknya. Di sisi lain, harta bukanlah sebagai alat untuk bersenang-senang
semata. Namun harta juga merupakan ujian kenikmatan dari Allah.
Syariat Islam menganjurkan manusia untuk berusaha mendapatkan harta
yang halal dengan usaha yang halal juga, dan sebaliknya melarang harta yang
haram yang diperoleh dari usaha yang haram. Bahkan suatu usaha untuk
mendapatkan harta yang halal itu dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah dan
akan diberi pahala serta ampunan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta
yang haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih
pantas untuknya”. [HR Ahmad dan Ad Darimi].
Islam juga mengatur pemerataan ekonomi dalam semua tingkatan
ekonomi, dengan diwajibkannya zakat bagi orang-orang yang telah memiliki harta
yang telah melampaui nishab. Tidak hanya berhenti sampai disini, tapi islam
juga menganjurkan shadaqah, infaq, wakaf bagi orang-orang yang mempunyai harta
yang lebih meskipun belum mencapai nishab. Semua ini bertujuan agar harta tidak
hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, tetapi orang-orang fakir miskin
juga bisa memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
E. Hak Milik Dalam Ekonomi
Islam
Hak milik adalah wewenang yang diberikan oleh syariat kepada
individu maupun publik untuk menggunakan atau memanfaatkan suatu harta
tertentu. Dalam ekonomi Islam, hak milik dibagi menjadi dua: hak milik pribadi,
dan hak milik publik. Inti dari sistem ekonomi kapitalis adalah pengakuan atas
hak milik pribadi dan tidak mengakui hak milik publik (umum), tetapi
menganggapnya hanya sebagai pengecualian. Dalam sistem ini, setiap individu
mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya dalam menggunakan harta pribadinya tanpa
adanya suatu aturan, bahkan negara tidak mempunyai hak untuk mengintervensi hak
milik ini. Sebaliknya, dalam sistem ekonomi sosialis hak milik pribadi hanyalah
sebagai pengecualian, dan yang diakui hanyalah hak milik publik. Dengan
demikin, seseorang tidak berhak untuk memiliki harta, pemilik harta adalah
negara. Tak satupun dari kedua sistem ini yang berhasil menempatkan individu
selaras dalam suatu mosaik sosial.
Berbeda dengan dua sistem ekonomi tersebut, Islam mengakui kedua
konsep hak milik secara bersamaan. Dalam artian, Islam tidak hanya mengakui hak
milik individu saja, tetapi juga mengakui hak milik publik. Pengakuan atas hak
milik pribadi ini tentu saja tidak dibebaskan sebebas-bebasnya tanpa aturan
seperti halnya dalam sistem ekonomi kapitalis, tapi Islam memberikan aturan
main dalam hal usaha untuk mendapatkan harta dan juga dalam penggunaan harta.
Islam tidak hanya mengakui hak milik individu, tapi juga melindungi hak milik
individu dari siapa saja yang ingin merebutnya. Bahkan, pemerintah tidak boleh
merebut ataupun mencabut hak tersebut dari pemiliknya. Dan jika pemerintah
ingin menguasai hak milik ini karena adanya suatu maslahat umum di dalamnya,
maka harus menggantinya dengan nilai yang sesuai.
F. Hak Milik Pribadi
Definisi hak milik pribadi dalam ekonomi islam adalah suatu hukum
syariat atas suatu barang atau manfaat yang memberikan hak kepada orang yang
dinisbatkan kepadanya untuk menggunakan barang atau manfaat tersebut. Dari
definisi ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa timbulnya hak milik bukan dari
dzatnya suatu barang, melainkan timbul karena izin Syari` (Allah). faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya hak milik pribadi adalah:
1.
pertanian dan menggarap tanah
yang tidak ada pemiliknya (ihyaul mawat).
2.
Pekerjaan
3.
transaksi yang dapat
memindahkan hak milik, seperti: jual beli, dan hibah.
4.
warisan dan wasiat
5.
mengumpulkan barang-barang
halal yang tidak bertuan, seperti mengambil kayu bakar di hutan, mengumpulkan
air sungai, dan menangkap ikan di laut.
6.
keputusan hakim terhadap
perubahan status kepemilikan umum menjadi hak milik pribadi.
7.
zakat dan nafkah.
Menurut Abdul Manan, ada 8 ketentuan syariat
yang mengatur hak milik pribadi:
1.
Proses kepemilikan harus
didapatkan melalui cara yang legal menurut syariat Islam.
2.
Penggunaan benda-benda milik
pribadi tidak boleh berdampak negatif/ mudharat pada orang lain.
3.
penggunaan yang berfaidah.
4.
pembayaran zakat sebanding
dengan harta yang dimiliki
5.
penggunaan yang berimbang,
tidak terlalu boros dan juga tidak bakhil.
6.
pemanfaatan sesuai hak
7.
pemanfaatan kekayaan secara
terus menerus
8.
penerapan hukum waris yang
tepat dalam islam
G. Hak Milik Umum
Hak milik umum adalah hukum syar`I yang terkandung dalam suatu
barang atau kegunaan yang menuntut adanya kesempatan seluruh manusia secara
umum atau salah seorang diantara mereka untuk memanfaatkan dan menggunakan
dengan jalan penguasaan. Menurut Al-Kailani hak milik umum ini sama saja dengan
hak milik negara. Berbeda dengan Zallum yang membedakan antara hak milik umum
dan hak milik negara meskipun keduanya dikelola oleh negara. Menurutnya, hak
milik umum pada dasarnya tidak boleh diberikan oleh negara kepada siapapun,
meskipun negara dapat membolehkan kepada orang untuk mengambil dan
memanfaatkannya, seperti: air, tambang, padang rumput. Sedangkan dalam hak
milik negara, negara berhak untuk memberikan hak tersebut kepada siapapun yang
dikehendaki sesuai dengan kebijakan negara, seperti: tanah tak bertuan, padang
pasir, gunung.
Sumber-sumber hak milik umum berkisar pada: wakaf, tanah hima (tanah
tak bertuan yang diputuskan oleh negara penggunaanya bagi masyarakat umum),
barang tambang , kebutuhan primer seperti air dan rumput, zakat, pajak,
seperlima harta rampasan perang, dan lain-lain.
Seperti halnya dalam hak milik pribadi, hak milik umum juga terdapat
di dalamnya aturan main dalam penggunaannya. Dan aturan inti yang harus
ditepati adalah penggunaan hak milik umum tidak boleh merugikan pihak lain yang
juga berhak atas hak ini, dan juga tidak boleh melanggar maslahat umum. Negara
sebagai pengelola hak milik umum tidak boleh memperluas cakupan hak milik umum
yang telah ditetapkan oleh syariat, semisal negara tidak boleh memperluas hak
milik umum yang berasal dari zakat untuk selain 8 golongan yang telah
ditentukan oleh syariat. Di sisi lain, negara diperbolehkan untuk memperluas
atau mempersempit cakupan hak ini sesuai dengan maslahat umum. Seperti yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika mengkhususkan padang rumput yang tak
bertuan untuk kuda-kuda tentara.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harta adalah setiap sesuatu yang bisa dimiliki dan dikuasai yang
memiliki nilai jual. Harta merupakan titipan yang diberikan oleh Allah kepada
manusia sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan di dunia. Pemilik sesungguhnya
dari setiap harta adalah Allah, sedangkan manusia hanyalah sebagai khalifah
(wakil). Oleh karena itu dalam penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah. Semua aturan dalam penggunaan harta kembali kepada
terjaganya maslahat.
Islam tidak memandang harta sebagai sesuatu yang hina, tapi harta
dianggap sebagai perhiasan dunia yang wajib disyukuri. Disisi lain, harta juga
sebagai salah satu bentuk ujian yang diberikan kepada manusia, apakah dengan
harta yang dimilikinya seseorang semakin dekat kepada Allah ataukah malah
semakin terlena dan lupa atas kewajibannaya kepada Allah.
Islam mengakui hak milik pribadi dan juga hak milik umum secara
bersamaan. Dengan ini, kedua hak milik ini mempunyai cakupannya maing-masing.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang hanya mengakui hak milik pribadi
dan menganggapnya sebagai dasar. Dan juga berbeda dengan sistem ekonomi
sosialis yang hanya mengakui hak milik umum dan menganggapnya sebagai dasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Abdul husain at-tariqi, ekonomi Islam prinsip, dasar, dan
tujuan, ter. Muhammad Irfan, cet. Pertama (Yogyakarta: magistra insania press:
2004)
Abdul Manan, teori dan praktik ekonomi Islam,(Yogyakarta: PT.dana bakti wakaf: 2003)
Ahmad Muhammad al-`assal, al-nidlam al-iqtishadi fi al-Islam
mabadiuhu wa ahdafuhu, cet. Pertama (Kairo: maktabah wahbah: 1977)
Ali Abdu al-rasul, al-mabadi` al-iqtishadiyyah fi al-islam
Ibrahim fuad Ahmad, al-mawarid al-maliyyah fi al-islam, cet. ketiga
(Kairo:maktabah al-anjlo al-misriyyah:1972)
Ibn Abidin, raddu al-mukhtar ala durari al-mukhtar syark tanwir
al-abshar, cet.khusus (Riyadl: dar alam al-kutub: 2003)
Ibn Mandlur, Lisan al-arob, cet. Pertama (Beirut: Dar shadir: tt)
M.sholahuddin, asas-asas ekonomi Islam, cet. Pertama (Jakarta: raja
grafindo persada: 2007)
Syafrinaldi, perbandingan hak cipta dalam konsep kapitalis dan hak
milik dalam pandangan islam (jurnal hukum islam: volume 8: no.2:Desember: 2008)
Taqyuddin al-Nabhani, al-nidlom al-iqtshadi fi al-islam, cet. Keenam
(Beirut: dar al-ummah: 2004)
Wahbah Zuhaili, fiqih islami wa adillatuhu, cet.kedua (Beirut: Dar al-fikr: 1985 )
Wahbah zuhaili, al-muamalah al-maliyah al-muashiroh, cet. Ketiga
(Beirut, Dar al-fikr, 2006)
No comments:
Post a Comment